Review: Chinese Food Documentary - China on the Tongue (S2) | Footstep

Video berjudul Chinese Food Documentary - China on the Tongue season 2 episode 1 yang berjudul Footstep menggambarkan kehidupan berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang di Cina. Pada umumnya, orang-orang kerap bermigrasi ke tempat lain dan membawa citarasa dari kampung halamannya. Perubahan inilah satu-satunya hal yang tidak pernah berubah. Video ini menggambarkan perjuangan setiap keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja dengan komoditi pangan yang berbeda-beda. Meskipun perjuangan yang ditempuh tidak mudah, mereka sangat menghargai komoditi-komoditi pangan tersebut. Segala usaha seakan layak untuk dilakukan dan terbayar ketika menikmati makanan-makanan lezat dari bahan pangan yang diperoleh dengan cara tidak mudah. Mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan orang banyak sekaligus memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga mereka sendiri. Berikut adalah beberapa kisah dari keluarga berbeda yang tersebar di Cina.
Dui merupakan penduduk di Gunung Tibet. Gunung-gunung di tibet memiliki tinggi 7000 di atas lembahnya, dengan daerah yang kaya akan tanaman alpin. Di sini, jamur reishi merupakan mata pencarian utama masyarakatnya, begitu pula Dui. Masyarakat di sana menganggap madu sebagai makanan yang sangat berharga dan bernutrisi sehingga layak diperoleh meski harus melalui cara-cara yang berbahaya sekalipun. Dui berusaha mengambil sarang lebah di atas pohon dengan mengikatkan tubuhnya dengan batang pohon yang merambat dan perlahan-lahan memanjat ke puncak pohon. Pada tahap ini, kekuatan batang pohon tersebut yang akan menentukan keselamatannya. Setelah 3 jam berusaha memanjat, berhasil mendapatkan sarang lebah yang berisi madu. Keberhasilan ini memberikan kebahagiaan yang mendalam karena madu merupakan komoditas yang jarang ditemukan di hutan. Madu ini menjadi hadiah terbaik yg bisa diberikan Dui untuk keluarganya. Kelezatan yang diberikan oleh makanan manis sangat sederhana dan original. 80% kandungan madu terdiri dari fruktosa dan glukosa yang dapat diserap oleh tubuh. Madu merupakan bahan yang sangat penting dalam cuisine Cina, baik dalam masakan maupun pencuci mulut.
Berbeda dengan Dui, kisah lain datang Tan Wang Shu. Setiap musim semi, Tan dan istrinya menyetir 500 km menuju Gunung Ching untuk memperoleh madu dengan kualitas terbaik. Mereka menghabiskan 11 bulan dalam setahun di jalanan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Sebagai peternak lebah, ia sangat bergantung pada cuaca yang baik. Hal ini yang menyebabkan perjalanan karir mereka menjadi berat. Selama perjalanan, istri Tan sering membuat suatu makanan lezat dengan alat dan bahan yang sederhana, yaitu tahu. Prosesnya sangat sederhana, yaitu mencampurkan susu kedelai dengan air asin dan menghasilkan curd. Protein dari susu menggumpal membentuk tahu. Tahu dihidangkan dengan kondimen sederhana, seperti ketumbar yang menyegarkan, daun mint yang memberikan cooling sensation, kacang goreng yang garing dan acar yang memberikan rasa asam manis. Makanan ini membantu para peternak lebah merasa lebih baik dalam keadaan terpuruk.
Kisah lainnya dari kelompok orang yang bermigrasi untuk menuai gandum di sebelah utara Gunung Ching dengan tangan kosong, tidak bantuan mesin. Gandum sendiri merupakan komoditi yang paling banyak ditanam di dunia, karena pemanfaatannya yang sangat luas, mulai dari roti, mi, makanan ringanm dll. Gandum kaya akan pati dan protein. Rasanya paling manis ketika sesaat setelah dipanen. Para pemanen gandum kerap mengonsumsi mi dengan tekstur dan aroma terbaik menggunakan gandum yang baru dipanen. Konsumsi mi dengan karbohidrat tinggi membantu memberikan energi kepada para pekerja setelah satu hari yang melelahkan.

Kisah selanjutnya datang dari perairan. Yang adalah seorang nelayan yang bekerja di laut Cina Timur. Yang biasanya berlayar bersama istri dan keluarganya. Kehidupan mereka di atas air tidaklah mudah. Setelah melemparkan jala selama 20 jam dan perjalanan panjang yang melelahkan, Yang dan keluarganya bisa tidak mendapat ikan sama sekali. Namun inilah mata pencaharian mereka, sumber penghasilan mereka untuk bertahan hidup sehingga harus tetap dijalani. Selama perlayaran, Yang selalu memasak untuk sang istri dan rekan-rekannya. Yang memasak mi rebus dengan kepiting goreng yang menghilangkan segala kelelahan mereka setelah menempuh perjalanan selama 6 jam di atas air.    

Comments

Popular posts from this blog

Human Resource

Assimilation in Food Culture

History of KALEDO